Sudah lama memang, tapi aku belum
bisa melupakanmu. Seharusnya aku tidak boleh seperti ini. Tapi, mungkin jika
saja aku menahanmu dulu, mungkin kamu tidak akan pergi. Aku meletakkan mawar
merah yang ku bawa di sebuah bangku taman. Lalu angin lembut menyapaku,
perlahan melewati diriku. Mungkinkah ini dirimu? Dan sekarang aku masih di
sini, di taman belakang sekolah, tempat terakhirku melihat senyum manismu.
Rasanya masih sama. Menyakitkan.
Memoriku kembali memutar detik-detik itu, air mataku perlahan
turun. Sakit membayangkan dirimu, bahkan untuk membayangkan mata cokelat
indahmu, tampannya wajahmu dan baiknya dirimu. Aku menunduk, menikmati rasa
rindu yang menyelimuti hatiku. Tapi aku terus membayangkan dirimu berada di
sampingku menggenggam erat tanganku dan tersenyum manis kepadaku. Dan aku tau
itu tidak akan mungkin lagi. Tidak akan pernah.
“Ada apa
denganmu?”
Pertanyaan itu mengagetkanku. Buru-buru aku menghapus air
mataku, karena aku tahu, dari suaranya, orang yang berada di depanku sekarang
bukan orang asing. Ya, dia teman sekelasku.
“Eh… tidak, tidak apa-apa”
“Yakin? Matamu terlihat merah. Kau menangisi Cross lagi?” Tatapannya tajam, dengan cepat aku mengalihkan pandanganku darinya.
“Kamu masih nunggu dia? Sampai kapan? Sampai dia balik?” Sudut bibir kirinya terangkat. Dan dia memutar bola matanya.
“Sampai kapan pun Cross gak akan balik ke dunia kita Irin.. ”
“Eh… tidak, tidak apa-apa”
“Yakin? Matamu terlihat merah. Kau menangisi Cross lagi?” Tatapannya tajam, dengan cepat aku mengalihkan pandanganku darinya.
“Kamu masih nunggu dia? Sampai kapan? Sampai dia balik?” Sudut bibir kirinya terangkat. Dan dia memutar bola matanya.
“Sampai kapan pun Cross gak akan balik ke dunia kita Irin.. ”
Aku menggenggam liontin kalung yang ku pakai, kalung itu dari
Cross, ada huruf ‘I’ dan ‘C’ di liontinnya, dia memberikan itu sebelum dia
pergi.
“Aku tau Nick.. tapi, aku mencintainya” air mataku menetes lagi. Nick memelukku, di sini, di tempat yang sama saat Cross memelukku setahun yang lalu sebelum dia benar-benar pergi.
“Dia berjanji akan kembali dan menemui ku di sini, di tempat aku melepasnya pergi ke Australia. Dia tidak mengizinkanku untuk mengantarkannya sampai bandara. Dan dia tidak menepati janjinnya, dia.. dia gak kembali, dia gak akan pernah menemuiku di sini” Aku terisak di pelukan Nick.
“Aku tau Nick.. tapi, aku mencintainya” air mataku menetes lagi. Nick memelukku, di sini, di tempat yang sama saat Cross memelukku setahun yang lalu sebelum dia benar-benar pergi.
“Dia berjanji akan kembali dan menemui ku di sini, di tempat aku melepasnya pergi ke Australia. Dia tidak mengizinkanku untuk mengantarkannya sampai bandara. Dan dia tidak menepati janjinnya, dia.. dia gak kembali, dia gak akan pernah menemuiku di sini” Aku terisak di pelukan Nick.
Rasanya masih sakit mengingat saat aku mendapat kabar bahwa
Cross mengalami kecelakaan pesawat. Hatiku seperti disayat-sayat. Bahkan terasa
hancur. “Sudahlah Rin, jangan seperti ini, percayalah Cross sudah tenang di
sana. Kau harus mulai bangkit. Aku yakin perlahan kamu akan bisa melupakan
Cross.” Nick melepaskan pelukannya dan mengusap air mataku. Entah mengapa, aku
merasa tenang setelah Nick memelukku. Lalu dia pergi begitu saja, sebelum aku
sempat berterima kasih atas pelukannya.
“Ting..” bel
rumahku berbunyi. Aku segera turun untuk membuka pintu. Rupanya sahabatku,
Sheril, gadis feminim cantik berkulit eksotis, bermata cokelat senada dengan
warna rambut bergelombangnya.
“hai Rin,
biasa, aku mau pinjam buku catatan mapel Ipsmu, aku ketinggalan materi”
Tidak heran, dia sudah sering ketinggalan materi, dia selalu dipilih untuk mewakili sekolah di ajang olimpiade sains. Dia sangat pintar, wajar bila banyak adik kelas di sekolahku menyukainya.
“oh, tentu. Ayo masuk, biar ku carikan dulu bukunya.” aku langsung mengajak Sheril menuju kamarku untuk mencari buku yang akan dipinjamnya. Tidak sengaja sikuku menyenggol tumpukan buku di sebelahku. Lalu beberapa lembar foto jatuh perlahan dari salah satu buku. Tanpa basa-basi aku langsung mengambil foto-foto itu. Aku melihatnya.
Tidak heran, dia sudah sering ketinggalan materi, dia selalu dipilih untuk mewakili sekolah di ajang olimpiade sains. Dia sangat pintar, wajar bila banyak adik kelas di sekolahku menyukainya.
“oh, tentu. Ayo masuk, biar ku carikan dulu bukunya.” aku langsung mengajak Sheril menuju kamarku untuk mencari buku yang akan dipinjamnya. Tidak sengaja sikuku menyenggol tumpukan buku di sebelahku. Lalu beberapa lembar foto jatuh perlahan dari salah satu buku. Tanpa basa-basi aku langsung mengambil foto-foto itu. Aku melihatnya.
‘glek’.
Aku terdiam.
“Apa itu?”
Sheril melihat apa yang ku pegang. “Rin…” suaranya melemah seperti menyesal.
“Aku tidak apa-apa, lagi pula ini hanya foto-fotoku dan Cross. Aku tidak akan sedih”
Aku terdiam.
“Apa itu?”
Sheril melihat apa yang ku pegang. “Rin…” suaranya melemah seperti menyesal.
“Aku tidak apa-apa, lagi pula ini hanya foto-fotoku dan Cross. Aku tidak akan sedih”
Aku tersenyum mencoba menutupi rasa sedih dan rasa rinduku
yang merajalela ini ketika melihat saat-saat indah ku bersama Cross. Foto-foto
ini memang sengaja ku letakkan di dalam sebuah buku karena aku selalu menangis
melihatnya. Tapi kali ini aku kuat menahan air mata. Aku langsung menyimpan
foto-foto itu lagi dan kembali pada tujuan awalku. Seiring dengan bergantinya
waktu, aku terus mencoba untuk dapat menerima perginya Cross, tapi aku putus
asa, karena sudah setahun aku mencobanya tapi tetap saja aku tidak bisa
menerima kenyataan. Tapi di samping itu semua, aku merasa bahwa Nick dan aku
mulai dekat. Entah ini perasaanku saja atau apa, tapi yang jelas kita semakin
dekat.
Sore itu, aku dan Sheril pulang sekolah diantar Nick dengan
mobil warna merahnya. Nick memilih mengantarkan Sheril duluan, entah mengapa,
padahal rumah Sheril lebih jauh dari rumahku.
Beberapa saat setelah Sheril turun dari mobil tidak ada percakapan antara aku dan Nick. Lalu Nick mulai bicara.
“Kamu mau langsung pulang atau ke mana dulu?”
Kebetulan saat itu aku memang ingin ke toko bunga untuk membeli mawar merah lalu pergi ke makam Cross.
“Sebenarnya aku mau ke toko bunga dulu, lalu aku mau ke makam.”
“Sudah ku tebak”
Beberapa saat setelah Sheril turun dari mobil tidak ada percakapan antara aku dan Nick. Lalu Nick mulai bicara.
“Kamu mau langsung pulang atau ke mana dulu?”
Kebetulan saat itu aku memang ingin ke toko bunga untuk membeli mawar merah lalu pergi ke makam Cross.
“Sebenarnya aku mau ke toko bunga dulu, lalu aku mau ke makam.”
“Sudah ku tebak”
Dia mengatakan itu sambil tersenyum padaku, sangat tampan dan
manis. Aku berlutut di samping salah satu makam dan meletakkan sekuntum mawar
merah lalu menyiramkan air di atas batu nisannya. Di batu nisan itu tertulis
nama Cross. Lagi-lagi aku menangis, aku benar-benar mencintainya. “Jangan nagis
lagi Irin…” Kata Nick sembari mengelus rambutku dengan lembut. Aku memang
selalu menangis jika teringat hal-hal tentang Cross. Lalu Nick menarik tanganku
sampai aku berdiri lalu dia memelukku dan mengatakan, “Rin aku mencintaimu, aku
ingin kamu melupakan Cross dan mulai mencintaiku. Aku ingin dirimu ada di
sampingku, menemaniku di sisa hidupku ini. Hidupku akan berakhir dalam waktu
singkat.”
Aku merasa tenggorokanku seperti tercekat mendengar apa yang
dikatakan Nick, mungkin itu karena sebenarnya aku merasakan hal yang sama
kepadanya. Mencintainya.
“Apa maksudmu berkata seperti itu? aku tidak mengerti”
“tenang saja, kamu akan mengerti sendiri nanti”
“Apa maksudmu berkata seperti itu? aku tidak mengerti”
“tenang saja, kamu akan mengerti sendiri nanti”
Nick mencium keningku dan mengantarkanku pulang. Aku masih
tidak mengerti apa maksud dari perkataan Nick tadi. Setelah kejadian itu, aku
menjadi tidak seperti biasanya kepada Nick. Sikapku menjadi dingin, entah
mengapa aku bersikap seperti ini. Mungkin karena aku takut semakin mencintainya
dan kehilangannya juga seperti aku kehilangan Cross.
Hari itu Nick mengajakku ke taman belakang sekolah. Dia
menyodorkan sepucuk surat.
“Dari Cross, dia menitipkan surat ini sebelum dia pergi ke bandara.” kata Nick sambil memberikan surat itu padaku.
“Surat untukku? dari Cross?”
“iya, dan maaf baru sekarang aku memberikannya kepadamu. Seharusnya sudah ku berikan beberapa bulan lalu saat hari ulang tahunmu.”
“Dari Cross, dia menitipkan surat ini sebelum dia pergi ke bandara.” kata Nick sambil memberikan surat itu padaku.
“Surat untukku? dari Cross?”
“iya, dan maaf baru sekarang aku memberikannya kepadamu. Seharusnya sudah ku berikan beberapa bulan lalu saat hari ulang tahunmu.”
“lalu,
mengapa baru sekarang kau berikan?”
“maafkan aku Rin, aku melakukan ini karena aku mencintaimu” tangannya meraih tanganku tapi segera ku tepis. Aku langsung menyambar surat itu dan pergi menjauh dari Nick karena air mataku sudah mulai mencair. Aku kecewa Nick. Setelah pulang sekolah dan sampai di rumah, aku langsung menuju kamarku dan mengunci pintu. Ku buka perlahan, kertas itu terlihat sudah lama sekali tertekuk. Aku menarik napas sebelum membacanya. Menyiapkan mentalku.
“maafkan aku Rin, aku melakukan ini karena aku mencintaimu” tangannya meraih tanganku tapi segera ku tepis. Aku langsung menyambar surat itu dan pergi menjauh dari Nick karena air mataku sudah mulai mencair. Aku kecewa Nick. Setelah pulang sekolah dan sampai di rumah, aku langsung menuju kamarku dan mengunci pintu. Ku buka perlahan, kertas itu terlihat sudah lama sekali tertekuk. Aku menarik napas sebelum membacanya. Menyiapkan mentalku.
“Hai sayang…
mungkin sekarang saat kamu membaca surat ini, kamu kecewa kepadaku. Maafkan
aku, aku tidak bisa menepati janjiku untuk kembali dan menemuimu lagi. Aku
tidak tahu kenapa aku merasa tidak akan bisa kembali untukmu. Tapi tidak perlu
takut sayang.. aku telah meminta Nick untuk menjagamu saat aku tidak bisa menjagamu.
Aku percaya kamu akan bahagia dengannya. Dan ku mohon padamu, jangan pernah
menangis kalau aku tidak dapat berada di sampingmu lagi. Maafkan aku sayang..
aku mencintaimu.”
“Cross..”
Suaraku gemetar, air mataku meleleh dan jatuh di atas surat dari Cross. Ku
dekap erat surat itu. Aku merasakan hadirnya di sini.
“Seharusnya sekarang kau di sini Cross… Seharusnya sekarang kau yang di sini…” Aku menangis sesenggukkan.
“Seharusnya sekarang kau di sini Cross… Seharusnya sekarang kau yang di sini…” Aku menangis sesenggukkan.
Aku memang mencintai Nick, tapi kau harus tahu Cross, aku
selalu menunggumu kembali, dirimu adalah kekasihku dan tidak akan pernah
terganti sampai kapan pun. Aku akan terus bertahan walau hanya berteman
bayangmu. Beberapa hari aku setelah itu, tiba-tiba aku mendapat kabar dari
salah satu teman sekelasku bahwa sekarang, Nick, telah pergi. Oh Tuhan, jangan
lagi. Aku merasa seperti sesak di dadaku dan rasanya hatiku seperti hancur
berkeping-keping. Mengapa? Mengapa harus orang-orang yang aku cintai? apa
salahku hingga Tuhan mengambil orang-orang yang ku cintai.
“Nick!!” Aku
berteriak putus asa. Aku berlutut di samping sebuah makam. Namun sekarang di
batu nisannya tertulis nama Nick.
“Maafkan aku Nick… aku memang mencintaimu, tapi aku selalu setia kepada orang yang ku tunggu.”
Sekarang dua orang yang ku cintai telah berada di alam yang berbeda denganku. Memang sakit melihat keduanya pergi, tapi aku harus kuat. Aku harus mencoba merelakan keduanya.
“Maafkan aku Nick… aku memang mencintaimu, tapi aku selalu setia kepada orang yang ku tunggu.”
Sekarang dua orang yang ku cintai telah berada di alam yang berbeda denganku. Memang sakit melihat keduanya pergi, tapi aku harus kuat. Aku harus mencoba merelakan keduanya.
Dua tahun berselang setelah kematian Cross, dan setahun
setelah kematian Nick. Akhirnya aku bisa merelakan mereka berdua pergi, aku
jugamulai melupakan cintaku kepada Nick. Dan sekarang bukan air mata yang hadir
saat aku mengenang Cross, tapi senyum, senyum untuk menunjukkan bahwa cintaku
tidak akan hilang walaupun setelah kematian Cross. Dan aku juga masih di sini
Cross, di tempatmu dulu berjanji padaku untuk kembali. Tapi aku di sini bukan
untuk menangis menunggumu atau untuk menangisi kepergianmu, melainkan untuk
tersenyum mengenangmu. Aku semakin tersenyum karena saat aku mengenangmu di
tempat ini, angin yang lembut menyapaku. Dan aku merasakan hadirmu Cross, aku
merasakan dirimu memelukku.
Jika memang kau hadir di sini sekarang, ku ingin kau melihat
senyum manisku ini. Aku juga ingin kau tahu bahwa mulai sekarang, saat aku
mengingatmu, senyum ini tidak akan beranjak pergi dari wajahku, untukmu. Aku akan
selalu tersenyum saat aku merindukanmu, dan ku harap kau akan datang menyapaku
seperti saat ini. Aku akan selalu di sini Cross, aku selalu di sini. Dan terima
kasih Cross, terima kasih telah menjadikan aku sebagai kekasih terakhirmu.
Cerpen
Karangan: Alfinatuz Zuhro HildaFacebook: Alfinatuz Zuhro Hilda
0 comments:
Post a Comment