Analisis SWOT adalah suatu bentuk analisis situasi dengan mengidentifikasi berbagai
faktor secara sistematis terhadap kekuatan-kekuatan (Strengths) dan
kelemahan-kelemahan (Weaknesses) suatu organisasi dan kesempatan-kesempatan (Opportunities)
serta ancaman-ancaman (Threats) dari lingkungan sekitar
untuk merumuskan strategi yang tepat bagi organisasi.
Hal ini melibatkan penentuan tujuan organisasi dan mengidentifikasi
faktor-faktor internal serta eksternal yang baik dan menguntungkan untuk
mencapai tujuan itu. Metode SWOT ini dibuat oleh Albert Humphrey, yang pada
waktu itu (dasawarsa 1960-an dan 1970-an) sedang memimpin proyek riset
pada Universitas
Stanford dengan menggunakan data dari berbagai perusahaan. Analisis
SWOT dibuat berdasarkan logika yang dapat memaksimalkan peluang namun secara
bersamaan dapat meminimalkan kekurangan dan ancaman.
Komponen-komponen Dasar SWOT
Analisa ini
terbagi atas empat komponen dasar yaitu :
a.
Strength (S), adalah situasi atau kondisi yang merupakan kekuatan dari
organisasi atau program pada saat ini.
b.
Weakness (W), adalah situasi atau kondisi yang merupakan kelemahan dari organisasi
atau program pada saat ini.
c.
Opportunity (O), adalah situasi atau kondisi yang merupakan peluang diluar
organisasi dan memberikan peluang berkembang bagi organisasi dimasa depan.
d.
Threat (T), adalah situasi yang merupakan ancaman bagi organisasi yang
datang dari luar organisasi dan dapat mengancam eksistensi organisasi dimasa
depan.
Selain empat komponen dasar ini, analisa SWOT dalam proses penganalisaannya
akan berkembang menjadi beberapa subkomponen yang jumlahnya tergantung pada
kondisi organisasi. Sebenarnya masing-masing subkomponen adalah pengejawantahan
dari masing-masing komponen, seperti Komponen Strength mungkin memiliki 12
subkomponen, Komponen Weakness mungkin memiliki 8 subkomponen dan seterusnya.
Jenis-Jenis Analisis SWOT
Jenis-jenis
analis SWOT adalah sebagai berikut :
1. Model Kuantitatif
Sebuah asumsi dasar dari model ini adalah kondisi yang berpasangan antara
S dan W, serta O dan T. Kondisi berpasangan ini terjadi karena diasumsikan
bahwa dalam setiap kekuatan selalu ada kelemahan yang tersembunyi dan dari
setiap kesempatan yang terbuka selalu ada ancaman yang harus diwaspadai. Ini
berarti setiap satu rumusan Strength (S), harus selalu memiliki satu pasangan
Weakness (W) dan setiap satu rumusan Opportunity (O) harus memiliki satu
pasangan satu Threath (T).
Kemudian setelah masing-masing komponen dirumuskan dan dipasangkan,
langkah selanjutnya adalah melakukan proses penilaian. Penilaian dilakukan
dengan cara memberikan skor pada masing -masing subkomponen, dimana satu
subkomponen dibandingkan dengan subkomponen yang lain dalam komponen yang sama
atau mengikuti lajur vertikal. Subkomponen yang lebih menentukan dalam jalannya
organisasi, diberikan skor yang lebih besar. Standar penilaian dibuat
berdasarkan kesepakatan bersama untuk mengurangi kadar subyektifitas penilaian.
2. Model Kualitatif
Urut-urutan dalam membuat Analisa SWOT kualitatif, tidak berbeda jauh
dengan urut-urutan model kuantitatif, perbedaan besar diantara keduanya adalah
pada saat pembuatan subkomponen dari masing-masing komponen. Apabila pada model
kuantitatif setiap subkomponen S memiliki pasangan subkomponen W, dan satu
subkomponen O memiliki pasangan satu subkomponen T, maka dalam model kualitatif
hal ini tidak terjadi. Selain itu, SubKomponen pada masing-masing komponen
(S-W-O-T) adalah berdiri bebas dan tidak memiliki hubungan satu sama lain. Ini
berarti model kualitatif tidak dapat dibuatkan Diagram Cartesian, karena
mungkin saja misalnya, SubKomponen S ada sebanyak 10 buah, sementara
subkomponen W hanya 6 buah.
Sebagai alat analisa, analisa SWOT berfungsi sebagai panduan pembuatan
peta. Ketika telah berhasil membuat peta, langkah berikutnya tidak boleh berhenti karena peta
tidak menunjukkan kemana harus pergi, tetapi peta dapat menggambarkan banyak
jalan yang dapat ditempuh jika ingin mencapai tujuan tertentu. Peta baru akan
berguna jika tujuan telah ditetapkan.
Hambatan-hambatan Koperasi
Salah satu kendala utama yang dihadapi koperasi adalah banyak partai
politik yang memanfaatkan koperasi untuk meluaskan pengaruhnya. Dan juga karena
hambatan-hambatan yang di alami Indonesia di antaranya kesadaran masyarakat
terhadap koperasi yang masih sangat rendah. Koperasi di Indonesia masih sangat
lemah. Tidak ada perkembangan yang cukup tinggi. Boleh dikatakan koperasi di
Indonesia berjalan di tempat.
Beberapa faktor yang menyebabkan koperasi tidak bisa berjalan adalah dari
segi permodalan. Faktor lain yang perlu kita perhatikan dalam mendukung
perkembangan koperasi adalah manajemen koperasi itu sendiri. Banyak hambatan
yang dihadapi koperasi dari segi manajemennya sendiri.
Selain itu
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang semakin berkembang di sejumlah kota
Indonesia maupun koperasi simpan pinjam, yang operasinya lebih pada kredit
mikro.
Melakukan Analisa SWOT untuk koperasi
Kita
Perumusan SWOT ditujukan sebagai dasar
pembuatan strategi. Analisa SWOT adalah pola evaluasi yang mengklasifikasikan
kondisi koperasi dengen SWOT yaitu Streght ( Kekuatan) Weakness
( Kelemahan koperasi Kita ) Oportunity ( Peluang Koperasi kita)
dan Threat
( ancaman pada Koperasi ) . Pengurus harus mengkalsifikasikan hal-hal diatas menjadi sebuah tabel yang
kemudian dijadikan dasar sebagai pengambilan keputusan dalam renstra koperasi.
Seorang pengurus koperasi harus paham betul kondisi koperasinya, pengurus
harus mampu melakukan forecasting atau peramalan kondisi kedepan. Dari
forecasting ini kemudian di rumuskan asumsi-asumsi yang relevan. Dari pemetaan
kondisi dan permalahan inilah kemudian di rumuskan analisi SWOT Koperasi.
Proses pertama yang harus dilakukan adalah evaluasi diri, dari sini akan
ditemukan "strengths" dan weaknesses serta sumberdaya organisasi. Kemudian analisa kondisi eksternal, seperti
kondisi pasar, social, ekonomi dan budaya akan meminculkan opportunities dan
threats.
Perkembangan Koperasi dengan Analisis
SWOT
a) Kekuatan (Strength)
Kekuatan (strength) yaitu kekuatan apa saja yang
dimiliki koperasi. Dengan mengetahui kekuatan, koperasi dapat dikembangkan
menjadi lebih tangguh hingga mampu bertahan dalam perekonomian di Indonesia dan
mampu bersaing untuk pengembangan selanjutnya.
Peterson (2005), mengatakan bahwa koperasi harus memiliki
keunggulan-keunggulan kompetitif dibandingkan organisasi-organisasi bisnis
lainnya untuk bisa menang dalam persaingan di dalam era globalisasi dan
perdagangan bebas saat ini.
Keunggulan kompetitif disini didefinisikan sebagai suatu kekuatan
organisasional yang secara jelas menempatkan suatu perusahaan di posisi
terdepan dibandingkan pesaing-pesaingnya.
Faktor-faktor
keunggulan kompetitif dari koperasi harus datang dari:
1)
Sumber-sumber
tangible seperti kualitas atau keunikan dari produk yang dipasarkan (misalnya
koperasi susu, koperasi harus memperhatikan kualitas susu yang dihasilkan) dan
kekuatan modal.
2)
Sumber-sumber
bukan tangible seperti brand name, reputasi, dan pola manajemen yang
diterapkan.
3)
Kapabilitas
atau kompetensi-kompetensi inti yakni kemampuan yang kompleks untuk melakukan
suatu rangkaian pekerjaan tertentu atau kegiatan-kegiatan kompetitif.
b)
Kelemahan (Weakness),
Kelemahan (Weakness) yaitu segala faktor yang tidak
menguntungkan atau merugikan bagi koperasi. Menurutnya, salah satu yang harus
dilakukan koperasi untuk bisa memang dalam persaingan adalah menciptakan
efisiensi biaya. Tetapi ini juga bisa ditiru / dilakukan oleh perusahaan-perusahaan
lain (non-koperasi).
Jadi, ini bukan suatu keunggulan kompetitif yang sebenarnya dari
koperasi. Menurutnya satu-satunya keunggulan kompetitif sebenarnya dari
koperasi adalah hubungannya dengan anggota. Misalnya, di koperasi produksi
komoditas-komoditas pertanian, lewat anggotanya koperasi tersebut bisa melacak
bahan baku yang lebih murah, sedangkan perusahaan non-koperasi harus
mengeluarkan uang untuk mencari bahan baku murah.
c) Kesempatan (Opportunities)
Kesempatan (Opportunities) yaitu semua kesempatan yang ada
sebagai kebijakan pemerintah, peraturan yang berlaku atau kondisi perekonomian
nasional atau global yang dianggap memberi peluang bagi koperasi untuk tumbuh
dan berkembang di masa yang akan datang. Loyd
(2001) menegaskan bahwa koperasi-koperasi perlu memahami apa yang bisa
membuat mereka menjadi unggul di pasar yang mengalami perubahan yang semakin
cepat akibat banyak faktor multi termasuk kemajuan teknologi, peningkatan
pendapatan masyarakat yang membuat perubahan selera pembeli, penemuan-penemuan
material baru yang bisa menghasilkan output lebih murah, ringan, baik
kualitasnya, tahan lama, dan makin banyaknya pesaing-pesaing baru dalam skala
yang lebih besar. Dalam menghadapi perubahan-perubahan tersebut faktor-faktor
kunci yang menentukan keberhasilan koperasi adalah:
·
Posisi
pasar yang kuat (antara lain dengan mengeksploitasikan kesempatan-kesempatan
vertikal dan mendorong integrasi konsumen).
·
Pengetahuan
yang unik mengenai produk atau proses produksi.
·
Sangat
memahami rantai produksi dari produk bersangkutan.
·
Menerapkan
suatu strategi yang cemerlang yang bisa merespons secara tepat dan cepat setiap
perubahan pasar.
·
Terlibat
aktif dalam produk-produk yang mempunyai tren-tren yang meningkat atau
prospek-prospek masa depan yang bagus (jadi mengembangkan kesempatan yang
sangat tepat).
d)
Ancaman (Threats)
Ancaman (Threats) yaitu hal-hal yang dapat
mendatangkan kerugian bagi kopersi seperti Peraturan Pemerintah yang tidak memberikan
kemudahan berusaha, rusaknya lingkungan,
meningkatnya pelacuran atau gejolak sosial sebagai akibat mahalnya dan
persaingan tour operator asing yang lebih professional, yaitu dengan melihat
kekuatan (Strengths), kelemahan (Weakness), kesempatan (Opportunities) dan
ancaman (Threats) koperasi di Indonesia.
Sedangkan faktor-faktor eksternal terutama adalah intervensi pemerintah
yang terlalu besar yang sering didorong oleh donor, kesulitan
lingkungan-lingkungan ekonomi dan politik, dan harapan-harapan yang tidak
realistic dari peran dari koperasi. Menurut mereka, problem yang paling
signifikan adalah cara bagaimana koperasi itu dipromosikan oleh pemerintah.
Promosi yang sifatnya dari atas ke bawah telah menghalangi anggota untuk aktif
berpartisipasi dalam pembangunan koperasi. Bentuk-bentuk organisasi dan
kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan diatur oleh pihak luar.
Jadi koperasi telah gagal untuk berkembang menjadi unit-unit yang mandiri
dan sepenuhnya berdasarkan anggota. Masih dalam kaitan ini, Linstad (1990)
mengatakan bahwa di banyak negara berkembang sering kali pemerintah melihat dan
menggunakan koperasi sebagai suatu alat untuk menjalankan agenda-agenda
pembangunannya sendiri.
Koperasi sering diharapkan bahkan di paksa berfungsi sebagai kesejahteraan
sosial dan sekaligus sebagai organisasi ekonomi, yang dengan sendirinya memberi
beban sangat berat kepada struktur manajemen koperasi yang pada umumnya lemah. Menurut Braverman, dkk. (1991),
sedikit sekali perhatian diberikan kepada kondisi-kondisi ekonomi dimana
koperasi-koperasi diharapkan melakukan berbagai aktivitas. Promosi koperasi
yang tidak diskriminatif, yakni tanpa memberi perhatian pada hal-hal seperti
dinamik-dinamik internal, insentif, struktur kontrol, dan pendidikan dari
anggota, sering kali telah membuat koperasi-koperasi menjadi
organisasi-organisasi birokrasi yang sangat tergantung pada dukungan pemerintah
dan politik. Oleh karena itu, Gentil (1990) menegaskan bahwa agar koperasi maju
maka hubungan antara pemerintah dan koperasi yang didefinisikan ulang.
SUMBER
0 comments:
Post a Comment